Perjuangan Bali Melawan Plastik: Krisis Lingkungan Global

Sulit untuk mengabaikan dampak buruk sampah plastik terhadap lingkungan kita. Menurut PBB, satu juta botol plastik dibeli setiap menit. Secara global, kita menghasilkan 400 juta ton sampah plastik dan menggunakan hingga lima triliun kantong plastik setiap tahunnya. Plastik sekali pakai, seperti sedotan, gelas, botol, dan produk lainnya, banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di Indonesia, yang sering berakhir di sungai dan lautan. Yang mengejutkan, empat sungai di Indonesia termasuk dalam 20 sungai paling tercemar di dunia karena pengelolaan sampah plastik yang buruk. Dalam hal polusi plastik laut, Indonesia saat ini berada di urutan kedua setelah Cina.

Perspektif Global tentang Sampah Plastik

Sayangnya, masalah ini tidak hanya terjadi di Bali atau Indonesia; negara-negara berkembang lainnya juga tertinggal dalam menerapkan solusi limbah dan daur ulang yang efektif. Bahkan dengan sistem daur ulang yang sudah ada, negara-negara maju seperti AS tetap menjadi penghasil limbah plastik terbesar di dunia. Pada tahun 2016 saja, AS menghasilkan sekitar 42 juta metrik ton limbah plastik. Akibatnya, lautan dunia telah berubah menjadi tempat pembuangan sampah bagi negara-negara yang memiliki garis pantai.

Masalah Sampah di Bali

Negara-negara industri mungkin dapat mengatasi masalah ini dengan fasilitas daur ulang dan sistem pengelolaan limbah yang efisien. Namun, Bali, sebuah pulau kecil di Indonesia, dengan populasi lokal lebih dari empat juta jiwa dan lebih dari lima juta wisatawan asing serta delapan juta pengunjung domestik setiap tahunnya, tidak dapat lepas dari masalah ini. Masuknya lebih dari 13 juta wisatawan berkontribusi secara signifikan terhadap sampah, sehingga menjadikannya masalah yang sangat kentara. Meskipun beberapa area bersih dan dikelola dengan baik, sampah dapat ditemukan di jalan-jalan, tepi sungai, dan sawah.

Selama dekade terakhir, telah terjadi peningkatan signifikan dalam jumlah sampah plastik yang terdampar di pantai. Kuta dan Legian, dua tempat wisata terpopuler di Bali, menerima hingga 60 ton sampah plastik setiap tahun. Pihak berwenang berjuang keras untuk mengatasi banjir sampah di pantai-pantai Bali dan banyak pantai lain di Indonesia. Meskipun kementerian pariwisata mendanai pembersihan pantai secara berkala, frekuensi sampah plastik yang terdampar di pantai menunjukkan banyaknya sampah di lautan.

Dampak Musim Hujan dan Pengelolaan Sampah yang Tidak Efisien

Masalah ini telah menjadi kejadian tahunan karena musim hujan dan pengelolaan sampah yang tidak efisien, yang menyebabkan polusi laut di seluruh dunia. Indonesia menghasilkan sekitar 68,5 juta ton sampah setiap tahun, 17% di antaranya adalah sampah plastik. Sampah plastik ini berpotensi untuk digunakan kembali dan didaur ulang, termasuk sebagai bahan dalam industri atau kegiatan ekonomi lainnya. Namun, setelah hujan lebat di daerah tropis seperti Indonesia, sampah akhirnya menemukan jalannya ke laut melalui tempat pembuangan sampah dan sungai. Membuang sampah plastik secara etis menjadi hampir mustahil ketika tempat pembuangan sampah dan tempat pembuangan sampah meluap. Banyak penduduk desa terpaksa membakar sampah di halaman belakang mereka, yang berkontribusi terhadap polusi udara. Ada kurangnya kesadaran yang meluas mengenai pengelolaan sampah di seluruh Indonesia, yang mendorong LSM dan pejuang lingkungan untuk mendidik masyarakat tentang kebersihan dan mencegah lebih banyak sampah.

Bagaimana Anda Dapat Membantu Bali

Bali membutuhkan bantuan Anda. Anda dapat bergabung dalam kegiatan bersih-bersih pantai dan mendukung banyak LSM dan inisiatif ramah lingkungan yang bekerja untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih. Partisipasi Anda dapat membuat perbedaan yang signifikan. Di DOKOYO, kami peduli terhadap lingkungan dan memulai Hummingbird Bali sebagai bagian dari kontribusi kami.

Tindakan Pemerintah dalam Pengelolaan Sampah Plastik

Kementerian Pariwisata Indonesia tengah berupaya keras untuk mendukung berbagai proyek di Bali demi pariwisata yang berkelanjutan dan lebih hijau. Mereka juga mendorong para pemilik usaha untuk bertanggung jawab atas sampah mereka. Pada bulan Desember 2018, Gubernur Bali, Wayan Koster, mengeluarkan larangan penggunaan plastik sekali pakai, termasuk sedotan, kantong plastik, dan styrofoam, dengan jangka waktu penerapan selama enam bulan bagi para pelaku usaha untuk mempersiapkan diri. Namun, pandemi mengganggu upaya ini karena plastik sekali pakai kembali digunakan demi alasan kebersihan dan keselamatan. Untungnya, seiring meredanya pandemi, masalah lingkungan kembali menjadi prioritas. Pemerintah Indonesia telah memperkuat larangan penggunaan plastik sekali pakai, dengan target penerapan penuh pada akhir tahun 2022.

Kesimpulan

Krisis sampah plastik merupakan masalah global yang memerlukan tindakan segera dan berkelanjutan. Dari kerja sama internasional hingga inisiatif lokal, setiap upaya penting. Perjuangan Bali dalam mengatasi polusi plastik menyoroti kebutuhan mendesak akan sistem pengelolaan sampah yang efektif dan kesadaran publik. Dengan mendukung inisiatif ramah lingkungan dan berpartisipasi dalam kegiatan bersih-bersih, kita semua dapat berkontribusi untuk planet yang lebih bersih dan lebih sehat.

Horacio Castano